Sejarah Qiraati


Sejarah Penemuan Metode Praktis Belajar Membaca Al-Quran
Sejarah Penemuan kaedah Qiraati ini cukup panjang. Kerana hanya memerlukan pengamatan, penelitian, ujicoba yang memerlukan waktu yang cukup lama. Di sini kami akan bagikan kepada beberapa tahapan

1.       Permulaan Penemuan
Sebelum menemukan kaedah Qiraati ini beliau adalah seorang Guru mengaji dan seorang yang suka mengamati keadaan kelas-kelas mengaji di manapun beliau berkunjung.
Sebagaimana biasa sebagai seorang guru mengaji, beliau menggunakan kaedah yang biasa dikenali dengan Muqaddam atau Turutan atau biasa juga disebut kaedah Baghdadiyah.
Hasil daripada pengalaman dan pengamatan beliau, anak-anak murid yang beliau ajar ternyata sebahagian besar mereka hanya mampu meng-hafal huruf bukan mengerti huruf. Dan jika dapat membacapun ternyata bacaannya tidak tartil seperti apa yang dikehendaki dalam bacaan al-Qur’an yang baik. Dan biasanya waktu bagi murid-murid untuk menguasai bacaan tartil diperlukan waktu yang lama.
Berdasarkan pengalaman inilah beliau mencoba untuk mencari alternatif lain dengan cara membeli buku-buku kaedah baca al-Qur’an  dengan maksud agar dapat mencapai hasil yang lebih memuaskan.  Namun setelah mengamati semua kaedah yang ada, ternyata beliau masih belum menemukan kepuasan. Beliau tidak yakin dengan kejayaan kaedah-kaedah tersebut karena berbagai sebab. Seperti menggunakan contoh-contoh perkataan yang bukan dari bahasa Arab atau dari al-Qur’an bahkan ada yang berbunyi bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.
Sejak itulah beliau mecoba memperkenalkan huruf terus dengan barisnya sekali dengan bacaan yang lancar dan cepat. Dalam waktu yang sama, anak-anak diperkenalkan dengan huruf-huruf yang tiada berbaris. Hanya bedanya dengan sistem yang lama, kaedah Qiraati tidak mewajibkan anak murid mengeja huruf ketika akan membaca sebuah perkataan.
Ternyata setelah ujicoba berulang-kali, beliau mendapatkan tehnik susunan seperti yang sedia ada sekarang ini. Oleh itu susunan yang ada sekarang ini adalah hasil dari uji coba yang tidak perlu diragukan lagi.

2.       Awal Penyusunan Metode Qiraati.
Dengan dorongan keinginan hati untuk mengajarkan al-Qur'an dengan baik dan benar, serta dengan keberanian yang didukung oleh inayah dan hidayah Allah swt., Bapak H. Dahlan Salim Zarkasyi mulai mencoba menyusun dan menulis sendiri metode yang dikehendakinya itu. Yakni metode yang berhasil dalam mengajar membaca al-Qur'an yang sekaligus mudah dan disukai oleh anak-anak.
Supaya anak-anak mudah membaca dan betul-betul mengerti serta faham, maka beliau mencoba menulis pelajaran dengan bacaan "bunyi" huruf hijaiyyah yang sudah berharakat "fathah". Dalam pelajaran ini anak tidak boleh mengeja, misalnya alif fathah A, BA fathah BA, tetapi langsung membaca bunyi huruf yang sudah berharakat fathah tadi seperti: A-BA-TA dan seterusnya. Agar anak bisa membaca dengan baik dan benar, maka sejak awal sekali anak sudah diharuskan membacanya dengan lancar, cepat dan tepat, tanpa ada salah dalam membaca. Dengan demikian secara tidak langsung anak harus mengerti dan faham setiap huruf Hijaiyyah.
Demikianlah, dengan penuh kesabaran dan ketelitian, sehuruf demi sehuruf beliau mencoba untuk diajarkan kepada anak didiknya walaupun nampaknya lambat, tetapi anak-anak faham dengan baik. Agar anak terlatih dan dapat mem-baca benar, maka setiap contoh bacaannya diambil dari kalimat-kalimat al-Qur'an juga kalimat-kalimat bahasa Arab.
Setelah anak-anak lancar membaca huruf-huruf Hijaiyyah yang berharakat fathah, kemudian dicoba dengan huruf-huruf yang berharakat kasrah dan dhommah. Demikian pula dengan huruf yang berharakat fathah tanwin, kasrah tanwin dan dhummah tanwin.

3.       Pelajaran Bacaan Mad (bacaan panjang)
Sebagai seorang peniaga, Bapak H. Dahlan Salim Zarkasyi kerap mengunjungi banyak bandar dan pekan. Pada kesempatan ini beliau manfaat-kan waktu untuk mengamati kelas-kelas mengaji yang digunakan oleh guru-guru mengaji setempat. Seperti di surau-surau, musholla-musholla atau masjid-masjid.
Hasil dari pengamatan beliau tentang hasil bacaan murid-murid, beliau amat sedih dan prihatin mengingat mereka ternyata tidak mem-perhatikan bacaan panjang pendek. Hal ini biasa-nya disebabkan oleh kurangnya kewaspadaan guru terhadap bacaan murid terutama dalam bacaan mad asli (mad thabi'i).
Oleh itu sekembalinya dari perjalanan, beliau melihat pentingnya pelajaran mad asli atau mad thabi'i. Maka disusunlah pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan mad asli dan contoh-contoh perkataannya diambilkan dari al-Qur’an atau dari bahasa Arab. Kemudian diuji cobakan kepada murid-murid, manakala perkataan yang sukar akan diganti dengan perkataan yang lain yang lebih mudah difahami oleh murid--murid. Dan perkataan-perkataan tersebut di-tashih-kan kepada orang yang pakar al-Qur’an dan bahasa Arab agar setiap perkataan mempunyai makna yang sesuai.
Akhirnya tersusunlah pelajaran bacaan mad, yang diawali dengan pelajaran fathah diikuti alif, kasrah diikuti ya' dan dhummah diikuti waw.

4.       Huruf Sukun
Hampir bersamaan dengan awal penyusunan buku Qiraati pada tahun 1963 itu, bapak H. Dahlan Salim Zarkasyi bersama dengan sahabat-nya ust. ‘Abdul Wahid membentuk jamaah Mal-Jum (malam jum'at), yakni jamaah tadarus al-Qur'an untuk orang-orang dewasa. Suatu ketika saat tadarus al-Qur'an pada jemaah Maljum, beliau mendengar beberapa orang membaca huruf "Lam Sukun" salah. Ada yang membacanya dipanjangkan (ditahan lama lam sukun-nya), ada pula yang membaca menggantung atau 'tawallud' atau melantun sehingga terdengar bunyi pepet' (dalam bahasa Jawa), seperti Al-le, Allll....... Melihat keadaan yang demikian, timbul pemikiran bahwa bacaan "lam Sukun" perlu dan penting untuk diajarkan kepada anak-anak. Kemudian beliau mencoba menulis dan menyusun pelajaran Lam Sukun ini ternyata tidaklah mudah, yakni Lam Sukun yang dibaca jelas dan tegas. Namun dengan penuh kesabaran dan ketelitian, akhirnya tersusunlah juga pelajaran "Lam Sukun dibaca Jelas dan Tegas", yang kemudian sekaligus dirangkaikan dengan pelajaran bacaan al-Qomariyyah. Pelajaran bacaan al-Qomariyyah diberikan dengan tujuan untuk melatih anak membaca sambil melihat huruf-huruf yang akan dibaca di sebelahnya (di sampingnya). Setelah berhasil dengan Lam Sukun, beliau mencoba dengan huruf-huruf yang lain. Secara kebetulan beliau mencoba dengan huruf "sin sukun", ternyata tanpa kesulitan anak-anak langsung dapat membaca dengan mudah. Maka ditulislah contoh-contoh bacaan yang ada huruf Sin Sukun-nya.
Di tengah-tengah pengenalan huruf-huruf sukun ini, beliau menyusun pelajaran bacaan "Harfu Liin" (bacaan fathah yang diikuti Ya atau Waw sukun). Hal ini sangat penting untuk diajarkan dengan kesungguhan, karena banyak orang yang membaca al-Qur'an bersuara AO dan AE bukan bersuara AU dan AI, dan agar anak dapat membedakan bacaan harfu Liin dengan bacaan Mad.
Selanjutnya percobaan dengan huruf-huruf sukun ini dilanjutkan. Secara kebelutan pula beliau mencoba huruf "Ro’ sukun", ternyata dengan sangat mudah anak-anak dapat membaca dengan lancar. Begitu pula dengan mencoba huruf "Mim Sukun" ternyata murid tidak menemui kesukaran juga.
Sekalipun ada maksud untuk mencoba huruf sukun yang lain, ternyata dengan empat huruf sukun ini anak sudah dapat membaca sendiri huruf-huruf sukun yang lainnya. Sehingga pelajaran huruf-huruf sukun yang beliau tulis hanya "Empat Serangkai Huruf Sukun" saja, yakni Lam Sukun, Sin Sukun, Ro Sukun, dan Mim sukun. Sehingga huruf-huruf sukun yang lain tidak perlu diajarkan, karena setelah mempelajari dan mengerti keempat huruf sukun tadi, secara otomatis anak-anak telah dapat membaca huruf-huruf sukun yang lain.

5.       Malam Rahasia
Sebagaimana manusia umumnya, suatu ketika daya kreativiti Bapak H. Dahlan Salim Zarkasyi terhenti tidak ada inspirasi manakala tidak menge-tahui apa lagi yang harus diperbuat selanjutnya. Perasaan ini beliau rasakan pada saat ada keingin-an untuk mencari dan menyusun pelajaran yang diberikan kepada anak didik selanjutnya. Seperti-nya akal dan pikiran buntu tidak dapat menemu-kan jawabannya. Namun, jika Allah menghendaki semuanya akan menjadi mudah.
Untuk menenangkan pikiran dan hati yang risau beliau mendengarkan, dan mengamati anak-anak yang sedang belajar mengaji di salah satu masjid di kota Semarang. Satu persatu anak-anak itu beliau perhatikan dengan mendengarkan bacaan mereka. Namun sampai pada anak yang terakhir, tidak ada satupun bacaannya yang benar, yakni bacaan tartil menurut kaidah Ilmu Tajwid. Hasil pengamatan ini beliau sampaikan kepada guru ngaji anak-anak tadi, "Mengapa tidak ada satu pun dari anak-anak tadi yang membaca al-Qur'an dengan tartil?" Namun jawabannya sungguh mengejutkan beliau, "saya tidak sanggup kalau mengajar anak-anak supaya bisa membaca dengan tartil. Biarlah cukup anak-anak bisa membaca al-Qur'an dulu. Nanti kalau sudah khatam, barulah diajarkan ilmu Tajwid, tentu mereka akan mampu membaca al-Qur'an dengan tartil dengan sendirinya." Mendengar jawaban dari guru al-Qur'an seperti itu, jalan fikiran beliau tidak dapat menerimanya. Apakah mengajar bacaan tartil itu sukar? Jika sukar, kesukarannya dimana? Jika jawaban seorang guru ngaji seperti itu, lalu bagaimana dengan guru-guru ngaji yang bukan ahli al-Qur'an? Kenyataannya memang demikian, mana mungkin dapat menghasilkan bacaan tartil jika tidak belajar ilmu Tajwid.
Perasaan dan fikiran beliau menjadi resah dan susah di atas jawaban, bahwa "mengajar bacaan tartil itu sukar" sehingga terbawa-bawa dalam tidur beliau pada malam harinya.
Suatu ketika antara sedar dan tak sedar, beliau mendapatkan ilham dari Allah, seakan terpampang di hadapan beliau kunci pelajaran bacaan-bacaan tartil yang mesti diajarkan. Yakni dimulai dari "Nun Sukun" yang dibaca "Dengung" (yang dalam ilmu tajwid dinamakan bacaan ikhfa'). Malam ini disebut oleh Bapak Haji Dahlan Salim Zarkasyi sebagi “Malam Yang Luar Biasa”.
Keesokan harinya beliau mulai menulis dan menyusun pelajaran Nun Sukun yang tadi malam beliau temukan. Kemudian pada petang harinya beliau ujicobakan kepada murid-muridnya, ternyata anak-anak murid dengan mudah mampu mempelajarinya dan membacanya dengan baik dan benar sesuai dengan apa yang beliau kehendaki. Setelah berjaya dengan nun sukun, beliau mencoba dengan tanwin, yang suaranya sama dengan nun sukun. Selanjutnya disusunlah pelajaran bacaan Ghunnah yang diawali dengan Nun Bersyaddah dengan kiasan bahawa bacaan-nya sama dengan dengungnya Nun Sukun bertemu dengan Nun. Demikian pula dengan pelajaran Mim Bersyaddah dengan kiasan bacaan dengung-nya sama dengan Nun Bersyaddah.

6.       Akhir Penyusunan buku Metode Qiraati
Sebagaimana biasanya dalam menyusun pelajaran baru mesti ada penyebab yang menjadi punca pelajaran tersebut disusun. Demikianlah pelajaran seterusnya sehingga selesainya metode tersebut.
Di antaranya adalah bacaan huruf-huruf bersyaddah selain huruf nun dan mim yang bersyaddah. Suatu ketika dalam majlis tadarus al-Qur’an yang beliau ikuti banyak orang yang membacanya salah, terutama dalam membaca "Lam bersyaddah" iaitu membacanya dengan menahan suara huruf lam-nya. Melihat keadaan demikian, maka disusunlah pelajaran huruf-huruf bersyaddah yang mesti dibaca tegas dan terang serta cepat, yang kemudian dirangkaikan dengan pelajaran "AL Syamsiyyah".
Adanya pelajaran Mim sukun bertemu mim yang dibaca dengung dilatarbelakangi oleh banyaknya orang yang belum dapat membezakan antara bacaan mim sukun bertemu mim dengan bacaan mim sukun bertemu dengan selain mim dan ba'.
Adapun pelajaran nun sukun/ tanwin bertemu lam dan ro dilatarbelakangi oleh banyaknya orang yang membaca dengan menahan bacaan lamnya. Kemudian pelajaran dilanjutkan dengan pelajaran bacaan Nun sukun/tanwin bertemu dengan waw dan ya, yang dibaca idgham dengan dengung.
Sedangkan pelajaran waqaf di akhir ayat dilatarbelakangi oleh banyaknya orang yang salah dalam menghentikan bacaannya, iaitu seolah-olah setiap waqaf dibaca panjang padahal tidak semuanya begitu. Pelajaran membaca lafazh Allah dilatarbelakngi oleh bacaan yang salah.
Begitu juga dengan pelajaran Iqlab, qalqalah dan izhar halqi yang kesemuanya dilatarbelakangi oleh banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh para pembaca.

Demikianlah semua pelajaran yang telah berjaya beliau susun. kemudian dari tulisan-tulisan dikumpul-kan dan dijilid, ternyata terkumpul menjadi sepuluh jilid atau sepuluh buku. Kemudian buku-buku tersebut dicetak dengan sablon dan dibahagikan kepada murid-muridnya mengikut tahapan pencapaiannya.
 

Sumber : http://www.qiraati.com/content/view/13/28/

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Sejarah Qiraati"

Posting Komentar

Google

Followers