Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul

Pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya. 
Ilmu Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya secara khusus. Diantara tokoh (penyusunnya) antara lain Ali Ibnu al-Madiny guru Imam al-Bukhari r.a.
Kitab yang terkenal dalam hal ini adalah kitab Asbabun Nuzul karangan al-Wahidy sebagaimana halnya judul yang telah dikarang oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar. Sedangkan as-Sayuthy juga telah menyusun sebuah kitab yang lengkap lagi pula sangat bernilai dengan judul Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul.
Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya, dapatlah kami katakan bahwa diantara ayat Al-Qur'an ada yang tidak mungkin dapat dipahami atau tidak mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu Asbabun Nuzul. Sebagai contoh firman Allah SWT:
Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas rahmat-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 115).

Dari ayat tersebut dapat dipahami bolehnya melakukan shalat menghadap ke selain kiblat. Pemahaman seperti ini adalah salah, karena menghadap kiblat adalah salah satu syarat sahnya shalat. Dengan ilmu asbabun nuzul dapatlah dipahami secara jelas, dimana ayat di atas turun sehubungan dengan kasus seseorang yang ada dalam perjalanan dan tidak mengetahui kiblat serta arah, karena itu ia boleh berijtihad untuk memilih arah dan selanjutnya ia melakukan shalat. Ke mana saja ia menghadap dalam shalatnya maka shahlah shalatnya. Ia tidak harus mengulangi kembali disaat ia mengetahui arah yang sebenarnya andaikata salah. Dengan demikian maka ayat di atas tidaklah bersifat umum tetapi bersifat khusus bagi seseorang yang tidak mengetahui kiblat dan arah.
Contoh lain yang berhubungan dengan pentingnya ilmu Asbabun Nuzul dalam memahami ayat adalah firman Allah SWT:
Sesungguhnya khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Mâidah: 90).

Diantara beberapa orang sahabat Rasul bertanya: "Bagaimanakah halnya dengan orang-orang yang berperang di jalan Allah dan telah meninggal sedang mereka biasa meminum khamar padahal khamar tersebut adalah keji?". Sehubungan dengan itu maka turunlah ayat yang menjelaskan bahwa peminum khamar sebelum diharamkan, Allah memaafkannya. Ia tidak berdosa dan tidak bersalah karena Allah tidak akan memberikan hukuman atas perbuatan seorang hamba sebelum Islam atau sebelum turunnya pengharaman. Karena itu maka ayat tersebut berdasarkan susunannya dapat dipahami secara tegas terhadap haramnya minuman khamar.

Apa arti Asbabun Nuzul
Terkadang ada satu kasus (kejadian). Dari kasus tersebut turun satu atau beberapa ayat yang berhubungan dengan kasus tersebut, itulah yang disebut dengan Asbabun Nuzul. Dari segi lain, kadang-kadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada Nabi SAW, dengan maksud minta ketegasan tentang hukum syara' atau mohon penjelasan secara terperinci tentang urusan agama, oleh karena itu turun beberaa ayat, yang demikian juga disebut Asbabun Nuzul.
Contoh peristiwa yaitu hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Khabbab ibnul Arat r.a. ia berkata: "Saya adalah tukang besi, Saya menghutangkan kepada Ash ibnu Wail. Suatu ketika saya datang kepadanya untuk menagih piutangku". Ia menjawab: "Saya tidak akan membayar hutangku kepadamu sebelum engkau mengkufurkan Muhammad dan beralih menyembah Lata dan Uzza". Saya menjawab: "Aku tidak akan mengkufurkannya sehingga engkau dimatikan Allah dan dibangkitkan kembali". Jawab Ash Ibnu Wail: "Kalau begitu kelak aku akan mati dan dibangkitkan kembali?". "Tunggu dulu, hari ini juga akan kudatangkan harta dan anak untuk membayar hutang kepadamu". Karena kasus ini Allah menurunkan ayat:
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat kami dan dia mengatakan pasti aku akan diberi harta dan anak. Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan yang Maha Pemurah?. Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan dan benar-benar Kami akan memperpanjang adzab untuknya dan kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (QS. Maryam: 77-80).

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Beberapa Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul

Beberapa Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul


Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa ilmu Asbabun Nuzul tidak ada gunanya dan tidak ada pengaruhnya karena pembahasannya hanyalah berkisar pada lapangan sejarah dan ceritera. 
Menurut anggapan mereka ilmu Asbabun Nuzul tidaklah akan mempermudah bagi orang yang mau berkecimpung dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Anggapan tersebut adalah salah dan tidaklah patut didengar karena tidak berdasarkan pendapat para ahli Al-Qur'an yang dikenal dengan ahli tafsir.
Di sini akan diungkap secara sekilas pendapat sebagian ulama dan kemudian akan disertakan beberapa faedah tentang ilmu Asbabun Nuzul.
Al-Wahidy berpendapat: "menafsirkan ayat tanpa bertitik tolak dari sejarah dan penjelasan turunnya tidaklah mungkin."
Ibnu Daqiqil 'Ied berpendapat: "Keterangan tentang Asbabun Nuzul adalah merupakan salahsatu jalan yang tepat dalam memahami Al-Qur'an."
Ibnu Taimiyah berpendapat: "Ilmu Asbabun Nuzul akan membantu dalam memahami ayat, karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat".
Dengan demikian akan jelaslah pentingnya ilmu Asbabun Nuzul sebagai bagian dari ilmu Al-Qur'an.
Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum.
  2. Menentukan hukum (takhshish) dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu ibarat itu dinyatakan berdasarkan khususnya sebab.
  3. Menghindarkan prasangka yang mengatakan arti hashr dalam suatu ayat yang zhahir-nya hashr.
  4. Mengetahui siapa orangnya yang menjadi kasus turunnya ayat serta memberikan ketegasan bila terdapat keragu-raguan.
  5. Dan lain-lain yang ada hubungannya dengan faedah ilmu Asbaun Nuzul.
Beberapa contoh tentang faedah ilmu Asbabun Nuzul.
Pertama:
Marwan ibnul Hakam sulit dalam memahami ayat:

Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang bergembira dengan apa yang mereka telah kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksaan. (Ali Imrân: 188).

Beliau memerintahkan kepada pembantunya: "Pergilah menemui Ibnu Abbas dan katakan kepadanya, bila semua orang telah merasa puas dengan apa yang telah ada dan ingin dipuji terhadap perbuatan yang belum terbukti hasilnya pasti ia akan disiksa dan kamipun akan terkena siksa". Ibnu Abbas menjelaskan kepadanya (pembantu), bahwa ia (Marwan) merasa kesulitan dalam memahami ayat tersebut dan kemudian Ibnu Abbas menjelaskannya: "Ayat tersebut turun sehubungan dengan persoalan Ahli Kitab (Yahudi) tatkala ditanya oleh Nabi SAW, tentang sesuatu persoalan dimana mereka tidak menjawab pertanyaan yang sebenarnya ditanyakan, mereka mengalihkan kepada persoalan yang lain serta menganggap bahwa persoalan yang ditanyakan oleh Nabi kepadanya telah terjawab. Setelah itu mereka meminta pujian kepada Nabi, maka turunlah ayat tersebut di atas. (HR. Bukhari Muslim).

Kedua:
Urwah Ibnu Jubair juga mengalami kesulitan dalam memahami makna firman Allah SWT:

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Barangsiapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. (Al-Baqarah: 158).

Menurut zhahir ayat dinyatakan bahwa sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tidak wajib, bahkan sampai Urwah ibnu Zubair mengatakan kepada bibinya Aisyah r.a.: "Hai bibiku! sesungguhnya Allah telah berfirman: "tidak mengapa baginya untuk melakukan sa'i antara keduanya", karena itu saya berpendapat bahwa "tidak apa-apa bagi orang yang melakukan Haji Umrah sekalipun tidak melakukan sa'i antara keduanya". Aisyah seraya menjawab: "Hai keponakanku! kata-katamu itu tidak benar. Andaikata maksudnya sebagaimana yang kau katakan niscaya Allah berfirman "tidak mengapa kalau tidak melakukan sa'i antara keduanya".
Setelah itu Aisyah menjelaskan: bahwasanya orang-orang Jahiliyah dahulu melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah sedang mereka dalam sa'inya mengunjungi dua patung yang bernama Isaar yang berada di bukit Shafa dan Na'ilah yang berada di bukit Marwah. Tatkala orang-orang masuk Islam diantara kalangan sahabat ada yang merasa berkeberatan untuk melakukan sa'i antara keduanya karena khawatir campur-baur antara ibadah Islam dengan ibadah Jahiliyah. Dari itu turunlah ayat sebagai bantahan terhadap keberatan mereka (yang mengatakan) kalau-kalau tercela atau berdosa dan menyatakan wajib bagi mereka untuk melakukan sa'i karena Allah semata bukan karena berhala. Itulah sebabnya Aisyah membantah pendapat Urwah berdasarkan sebab turun ayat.

Ketiga:
Sebagian Imam mengalami kesulitan dalam memahami makna syarat dalam firman Allah SWT:

Dan perempuan-perempuan yang terhenti dari haid diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang) iddahnya maka iddah mereka adalah 3 bulan. (Ath- Thalaq: 4).
 
Golongan zhahiriah berpendapat bahwa Ayisah (wanita yang tidak lagi haid karena sudah lanjut usia) mereka tidak perlu masa iddah bila keayisahannya tidak diragukan lagi. Kesalahpahaman mereka nampak dengan berdasarkan Asbabun Nuzul, dimana ayat tersebut adalah merupakan khitab (ketentuan) bagi orang yang tidak mengetahui bagaimana seharusnya dalam masa iddah, serta mereka ragu apakah mereka perlu iddah atau tidak. Dari itu maka
makna " " (bila anda bingung tentang bagaimana mereka dan tidak mengerti tentang iddah mereka, maka inilah undang-undangnya). Ayat turun setelah ada sebagian shahabat yang mengatakan bahwa diantara iddah kaum wanita tidak terdapat dalam Al-Qur'an; yaitu wanita yang masih kecil dan wanita yang Ayisah. Setelah itu turunlah ayat yang menjelaskan ketentuan tentang mereka. Wallâhu a'lam.

Keempat:
Diantara contoh tentang ilmu Asbabun Nuzul sebagai sanggahan terhadap dugaan hashr (batasan tertentu) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi'i tentang firman Allah SWT:

Katakanlah! tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Al-An'âm: 145).

Dalam hal ini beliau mengungkapkan yang maksudnya: bahwa orang kafir ketika mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah dan menghala1kan apa yang diharamkan Allah serta mereka terlalu berlebihan, maka turunlah ayat sebagai bantahan terhadap mereka. Dengan demikian seolah-olah Allah berfirman "Yang halal hanya yang kamu anggap haram dan yang haram itu yang kamu anggap halal".
Dalam hal ini Allah tidak bermaksud menetapkan kebalikan dari ketentuan di atas melainkan sekedar menjelaskan ketentuan yang haram samasekali tidak menyinggung-nyinggung yang halal.
Imam Al-Haramain berkata "uslub ayat tersebut sangat indah. Kalau saja Imam Syafi'i tidak mengatakan pendapat yang demikian niscaya kami tidak dapat menarik kesimpulan perbedaan imam Malik dalam hal hashr/batasan hal yang diharamkan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas".

Penjelasan dari makna ayat.
Sekedar penjelasan dari uraian di atas saya berpendapat bahwa zhahir ayat menunjukkan batasan yang haram, dimana yang haram adalah hanya yang tersebut dalam ayat di atas, padahal persoalannya tidak demikian, karena di samping yang tersebut pada ayat di atas masih ada lagi yang lain, hanya saja mengungkapannya yang berbentuk hash sedang maknanya tidak demikian, yaitu sebagai bantahan terhadap orang-orang musyrik yang mengharamkan sesuatu yang sebenarnya dihalalkan Allah dan menghalalkan yang sebenamya diharamkan Allah.
Kelima:
Diantara faedah Asbabun Nuzul adalah untuk mengetahui nama orang yang menjadi kasus turunnya ayat agar keraguan dan kekaburan menjadi hilang, sebagaimana Marwan menduga bahwa firman Allah SWT:

Ialah diturunkan sehubungan dengan kasus Abdurrahman ibnu Abi Bakar. Aisyah membantah bahwa anggapan tersebut adalah salah, ia menjelaskan kepada Marwan tentang sebab turunnya. Adapun secara lengkap kisah tersebut sebagaimana diriwayatkan Bukhari sebagai berikut:
"Marwan adalah seorang amil (Gubernur) wilayah Madinah. Muawiyah menginginkan agar Yazid menjadi khalifah setelah kemangkatannya. Ia menulis surat kepada Marwan tentang persoalannya. Karenanya Marwan mengumpulkan rakyat dan berpidato di hadapan mereka. Dalam pidatonya ia menyebutkan nama Yazid (memfigurkan). Dalil ia menyeru untuk membaiatnya sambil berkata: "Sesungguhnya Amirul Mukminin telah diperlihatkan oleh Allah tentang pendapat yang baik dalam diri Yazid. Bila Amirul Mu'minin mengangkatnya sebagai khalifah, sungguh Abu Bakar dan Umar pun telah menjadi khalifah".
Abdurrahman menjawab: "Bukankah sistim yang demikian itu merupakan Herakliusisme?" (Maksudnya itu adalah kediktatoran seorang raja sebagaimana tindakan raja-raja Romawi). Marwan menjawab: Itu sama dengan sunah Abu Bakar dan Umar. Abdurrahman menjawab lagi "Herakliusisme". Abu Bakar dan Umar tidak mengangkat keturunan atau familinya sedangkan Muawiyah bertindak semata-mata untuk kehormatan anaknya seraya Marwan berkata "Tangkaplah ia Abdurrahman". Abdurrahman masuk ke rumah Aisyah, karena itu pengejar-pengejarnya tidak dapat menangkapnya. Setelah itu Marwan mengatakan "Dialah orang yang menjadi kasus sehingga Allah menurunkan ayat:

Dan orang yang berkata kepada kedua ibu bapaknya cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku?(Al-Ahgat ayat 17)

Dari balik tabir Aisyah menjawab "Allah tidak pernah menurunkan ayat Al-Qur'an tentang kasus seseorang tertentu di antara kita kecuali ayat yang melepaskan aku dari tuduhan berbuat jahat, andaikata aku mau menjelaskan orang yang menjadi kasus turunya ayat tesebut niscaya akan kujelaskan.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Bagaimana Cara Mengetahui Asbabun Nuzul

Bagaimana Cara Mengetahui Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal (rasio), tidak lain mengetahuinya harus berdasarkan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari orang-orang yang mengetahui turunnya Al-Qur'an, atau dari orang-orang yang memahami Asbabun Nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari kalangan sahabat, tabi'in atau lainnya. dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari ulama-ulama yang dapat dipercaya. 
Ibnu Sirin mengatakan saya pernah bertanya kepada Abidah tentang satu ayat Al-Qur'an, beliau menjawab: "Bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar sebagaimana orang-orang yang mengetahui dimana Al-Qur'an turun".
Cara mengetahui Asbabun Nuzul berupa riwayat yang shahih adalah:
  1. Apabila perawi sendiri menyatakan lafazh sebab secara tegas. Dalam hal ini tentu merupakan nash yang nyata, seperti kata-kata perawi, "sebab turun ayat ini begini.........."
  2. Bila perawi menyatakan riwayatnya dengan memasukkan huruf "fa' ta'qibiyah" pada kata "Nazala" seperti kata-kata perawi":

riwayat yang demikian juga merupakan nash yang sharih dalam sebab Nuzul
Terkadang ada suatu bentuk ungkapan yang tidak menyatakan Sebab Nuzul yang tegas seperti kata-kata perawi:

Kadang-kadang yang dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah sebab turun, tetapi kadang-kadang pula menyatakan hukum yang terkandung dalam ayat seperti halnya az-Zarkasi dalam kitabnya Al-Burhan mengatakan "biasanya tradisi shahabat dan tabi'in bila " " mengatakan"" maksudnya adalah bahwa ayat ini adalah mengandung hukum ini bukan menyatakan suatu sebab Nuzul. Ibnu Taimiyah mengatakan: "kata-kata mereka " " terkadang menyatakan suatu sebab turun dan terkandung pula menyatakan kandungan hukum meskipun sebabnya tidak ada.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Abu Bakar

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Abu Bakar

Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk. pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Siddik ra 
Pada masa pemerintahannya Abu Bakar banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan dan problem yang rumit, diantaranya memerangi orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam) yang ada di kalangan orang Islam, memerangi pengikut Musailamah al-Kadzdzab.
Peperangan Yamamah adalah suatu peperangan yang amat dahsyat. Banyak kalangan sahabat yang hafal Al-Qur'an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffazh ternama. Oleh karenanya kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir. Umar sendiri merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul (bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur'an karena khawatir lenyap dengan banyaknya khufazh yang gugur, Abu Bakar pertama kali merasa ragu.
Setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positipnya ia memandang baik untuk menerima usul dari Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut, ia mengutus Zaid bin Tsabit dan mengajukan persoalannya, serta menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushhaf. Mula pertama Zaid pun merasa ragu, kemudian iapun dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.
Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam shahihnya tentang kisah pengumpulan ini. Karena pentingnya maka di sini kami menukilnya sebagai berikut:
"Dari Zaid bin Tsabit r.a. bahwa ia berkata: "Abu Bakar mengirimkan berita kepadaku tentang korban pertempuran Yamamah, setelah orang yang hafal Al-Qur'an sejumlah 70 orang gugur. Kala itu Umar berada di samping Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar mengatakan "Umar telah datang kepadaku dan ia mengatakan: "Sesungguhnya pertumpahan darah pada pertempuran Yamamah banyak mengancam terhadap para penghafal Al-Qur'an. Aku khawatir kalau pembunuhan terhadap para penghafal Al-Qur'an terus-menerus terjadi di setiap pertempuran, akan mengakibatkan banyak Al-Qur'an yang hilang. Saya berpendapat agar anda memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan Al-Qur'an". Aku (Abu Bakar) menjawab: "Bagaimana aku harus melakukan suatu perbuatan sedang Rasul SAW tidak pernah melakukannya?". Umar r.a. menjawab: "Demi Allah perbuatan tersebut adalah baik". Dan ia berulangkali mengucapkannya sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana ia melapangkan dada Umar. Dalam hal itu aku sependapat dengan pendapat Umar.
Zaid berkata: Abu Bakar mengatakan: "Anda adalah seorang pemuda yang tangkas, aku tidak meragukan kemampuan anda. Anda adalah penulis wahyu dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu telitilah Al-Our'an dan kumpulkanlah....!" Zaid menjawab: "Demi Allah andaikata aku dibebani tugas untuk memindahkan gunung tidaklah akan berat bagiku jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini".
Saya mengatakan: "Bagaimana anda berdua akan melakukan pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasululah SAW?". Abu Bakar menjawab: "Demi Allah hal ini adalah baik", dan ia mengulanginya berulangkali sampai aku dilapangkan dada oleh Allah SWT sebagaimana ia telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.
Selanjutnya aku meneliti dan mengumpulkan Al-Qur'an dari kepingan batu, pelepah kurma dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur'an, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat At-Taubah dari Abu Khuzaimah Al-Anshary yang tidak terdapat pada lainnya (yaitu):
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat baginya apa yang kamu rasakan, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung. (At-Taubah: 128-129).

Lembaran-lembaran tersebut disimpan pada Abu Bakar sampai ia wafat Kemudian (diserahkan) kepada Umar sampai wafat dan kemudian disimpan di rumah Hafsah binti Umar
Riwayat ini menyatakan tentang sebab pengumpulan Al-Qur'an.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Nabi

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Nabi

Masa pengumpulan Al-Qur'an dengan menggunakan dua kategori, yaitu: (1) pengumpulan dalam dada, dan (2) dalam dokumen/catatan 
Pengumpulan Al-Qur'anul Karim terbagi dalam dua periode:
(1) Periode Nabi SAW.
(2) Periode Khulafaur Rasyidin.
Masing-masing periode tersebut mempunyai beberapa ciri dan keistimewaan.
Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Nabi ada dua kategori:
(1) Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan dan penghayatan/pengekspresian, dan
(2) Pengumpulan dalam dokumen atau catatan berupa penulisan pada kitab maupun berupa ukiran.
Kami akan menjelaskan keduanya secara terurai dan mendetail agar nampak bagi kita suatu perhatian yang mendalam terhadap Al-Qur'an dan penulisannya serta pembukuannya. Langkah-langkah semacam ini tidak terjadi pada kitab-kitab samawy lainnya sebagaimana halnya perhatian terhadap Al-Qur'an, sebagai kitab yang maha agung dan mu'jizat Muhammad yang abadi.

Pengumpulan Al-Qur'an dalam dada.
Al-Qur'anul Karim turun kepada Nabi yang ummy (tidak bisa baca-tulis). Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur'an persis sebagaimana halnya Al-Qur'an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah berfirman:
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. (Al-Jumu'ah: 2)
Biasanya orang-orang yang ummy itu hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya, karena mereka tidak bisa membaca dan menulis. Memang bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur'an, mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya fikirnya begitu terbuka.
Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya. Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepada, dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal Al-Muallaqatul Asyar yang begitu banyak syairnya lagi pula sulit dalam menghafalnya.
Begitu Al-Qur'an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal fikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur'an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur'an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur'an.

Pegumpulan dalam bentuk tulisan.
Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur'anul Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur'an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah 'Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Penulis-penulis tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini. Diantara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab; Muadz bin Jabal, Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan Sahabat-sahabat lain.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwasanya ia berkata: "Al-Qur'an dikumpulkan pada masa Rasul SAW oleh 4 (empat) orang yang kesemuanya dari kaum Anshar; Ubay bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. Anas ditanya: "Siapa ayah Zaid?" Ia menjawab: "Salah seorang pamanku".

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Utsman

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Utsman

Semakin meluasnya daerah kekuasaan islam pada masa Utsman membuat perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan dengan pada masa Abu Bakar 
Latar belakang pengumpulan Al-Qur'an di masa Utsman r.a. adalah karena beberapa faktor lain yang berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan Islam pada masa Utsman telah meluas, orang-orang Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka.
Penduduk Syam membaca Al-Qur'an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka'ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah Ibnu Mas'ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy'ari. Diantara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan sesamanya. Hampir satu sama lainnya saling kufur-mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan.
Diriwayatkan dari Abi Qilabah bahwasanya ia berkata: "Pada masa pemerintahan Utsman guru-pengajar menyampaikan kepada anak didiknya, guru yang lain juga menyampaikan kepada anak didiknya. Dua kelompok murid tersebut bertemu dan bacaannya berbeda, akhirnya masalah tersebut sampai kepada guru/pengajar sehingga satu sama lain saling mengkufurkan. Berita tersebut sampai kepada Utsman. Utsman berpidato dan seraya mengatakan: "Kalian yang ada di hadapanku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dariku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya".
Karena latar belakang dari kejadian tersebut Utsman dengan kehebatan pendapatnya dan kebenaran pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan prefentip menambal pakaian yang sobek sebelum sobeknya meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat pengobatannya. Ia mengumpulkan sahabat-sababat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan.
Mereka semua sependapat agar Amirul Mu'minin menyalin dan memperbanyak mushhaf kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushhaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan Al-Qur'an.
Sahabat Utsman melaksanakan keputusan yang sungguh bijaksana tadi, ia menugaskan kepada empat orang sahabat pilihan, lagi pula hafalannya dapat diandalkan. Mereka tersebut adalab Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said Ibnu al-'Asb dan Abdurrahman Ibnu Hisyam. Mereka semua dari suku Quraisy golongan muhajirin kecuali Zaid Ibnu Tsabit, dimana ia adalah dari kaum Anshar. Pelaksanaan gagasan yang mulia ini adalah pada tahun kedua puluh empat hijrah.
Utsman mengatakan kepada mereka: "Bila anda sekalian ada perselisihan pendapat tentang bacaan, maka tulislah berdasarkan bahasa Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy". Utsman meminta kepada Hafsah binti Umar agar ia sudi menyerahkan mushhaf yang ada padanya sebagai hasil dari jasa yang telah dikumpulkan Abu Bakar, untuk ditulis dan diperbanyak. Dan setelah selesai akan dikembalikan lagi, Hafsah mengabulkannya.

Motif Utsman mengumpulkan Al-Qur'an
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Ibnu Malik bahwasanya ia berkata:
"Sesungguhnya Hudzaifah Ibnu al-Yaman datang kepada Utsman, ketika itu, penduduk Syam bersama-sama dengan penduduk Irak sedang berperang menaklukkan daerah Armenia dan Adzerbaijan. Tiba-tiba Hudzaifah merasa tercengang karena penyebabnya adalah faktor perbedaan dalam bacaan. Hudzaifah berkata kepada Utsman: "Ya Amirul Mu'minin perhatikanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan dalam masalah Kitab sebagaimana perselisihan diantara kaum Yahudi dan Nasrani".
Selanjutnya Utsman mengirim surat kepada Hafsah yang isinya:
"Kirimlah kepada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur'an kami akan menyalinnya dalam bentuk mushhaf dan setelah selesai akan kami kembalikan lagi kepada anda". Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Utsman. Utsman memerintahkan kepada Zaid ibnu Tsabit, Abdullah ibnu Zubair, Said ibnu al-'Ash dan Abdurrahman ibnu al-Harits ibnu Hisyam lalu mereka menyalinnya dalam mushhaf.
Utsman berpesan kepada ketiga kaum Quraisy: "Bila anda bertiga dan Zaid ibnu Tsabit berbeda pendapat tentang hal Al-Qur'an maka tulislah dengan ucapan/lisan Quraisy karena Al-Qur'an diturunkan dengan lisan Quraisy".
Setelah mereka selesai menyalin ke dalam beberapa mushhaf, Utsman mengembalikan lembaran/mushhaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushhaf yang baru tersebut ke seluruh daerah dan ia memerintahkan agar semua bentuk lembaran/mushhaf yang lain dibakar.(HR. al-Bukhari).

Perbedaan antara Mushhaf Abu Bakar dan Mushhaf Utsman
Perbedaan antara pengumpulan (mushhaf) Abu Bakar dan Utsman sebagaimana kami kemukakan di atas dapat kami ketahui dan kami tandai dari masing-masingnya.
Pengumpulan mushhaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Al-Qur'an ke dalam satu mushhaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena banyaknya huffazh yang gugur. sedangkan pengumpulan mushhaf pada masa Utsman adalah menyalin kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh negara Islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Al-Qur'an.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Beberapa Keistimewaan Mushhaf Abu Bakar ash-Shiddiq

Beberapa Keistimewaan Mushhaf Abu Bakar ash-Shiddiq

Keunggulan yang dimilki oleh mushhaf Abu Bakar ash-Shiddiq Lembaran-lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu Bakar memiliki beberapa keistimewaan yang terpenting:

(1) Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
(2)Yang tercatat dalam mushhaf banyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
(3)Ijma' ummat terhadap mushhaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur'an.
(4) Mushhaf mencakup qira'at sab'ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan terpesona terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur'an dari bahaya kemusnahan, dan itu berkat taufiq serta hidayah dari Allah Azza wa Jalla.
Ali berkata: "Orang yang paling berjasa dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar r.a. ia adalah orang yang pertama mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.
Pengumpulan Al-Qur'an adalah perbuatan yang mulia lagi abadi. Sejarah senantiasa akan mengenangnya dengan keindahan dan pujian yang harum terhadap Abu Bakar karena pengarahan dan pengawasannya, dan kepada Zaid bin Tsabit karena pelaksanaan dan usahanya.
Pengumpulan Al-Qur'an dalam bentuk satu mushhaf pada masa Abu Bakar tidaklah dimaksudkan bahwa para sahabat sebelumnya samasekali tidak ada yang memiliki lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan Al-Qur'an. Tidaklah menyatakan bahwa di kalangan sahabat tidak ada yang memiliki mushhaf tertentu, hanya saja mushhaf-mushhaf yang ada pada mereka itu tidak diteliti secara seksama sebagaimana halnya mushhaf Abu Bakar yang begitu benar-benar dalam penelitiannya, yang tertulis hanyalah yang tidak dinasakh bacaannya, kepopulerannya sampai mutawatir (menurut semua orang). Semua orang sependapat untuk menerimanya, lagi pula mencakup bacaan menurut qira'at sab'ah sebagaimana telah dikemukakan terdahulu.
Ali secara pribadi memiliki mushhaf (khusus yang ditulisnya pada masa permulaan pengangkatan khalifah Abu Bakar dimana ia telah bertekad menulisnya dengan tidak akan keluar-keluar rumah kecuali untuk melakukan shalat sampai ia selesai menulisnya. Diriwayatkan oleh as-Suyuthy dari Muhammad ibnu Sirin dari 'Ikrimah bahwasanya ia berkata: "Pada saat pengangkatan Abu Bakar, Ali tetap berada di rumahnya. Kemudian dikatakan kepada Abu Bakar: Ali tidak menyenangi baiatmu...." Selanjutnya Abu Bakar mengirim surat kepada Ali.
Dan ia mengatakan: "Apakah anda benci dengan pengangkatanku?". Ali menjawab: "Aku melihat kitab Allah ada yang diselipi, jiwanya membisikkan padaku agar aku tidak memakai selendang atau berpakaian kecuali kalau aku melakukan shalat sampai aku membukukannya". Abu Bakar mengatakan kepadanya: "Benar yang anda lihat itu". Pada kenyataannya Ali memiliki satu mushhaf, tetapi sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Sirrin di dalamnya masih terdapat nasikh dan mansukh tidak sebagaimana mushhaf Abu Bakar.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Kenapa Al-Qur'an Tidak Dibukukan Dalam Satu Mushhaf (Pada Masa Nabi)

Kenapa Al-Qur'an Tidak Dibukukan Dalam Satu Mushhaf (Pada Masa Nabi)

Pengumpulan Al-Qur'an yang tidak dilakukan secara sekaligus, melainkan melalui beberapa masa, dimana kemudian menjadi suatu mushhaf yang utuh.
Di sini kami bertanya: "Kenapa Al-Qur'an pada masa Nabi SAW tidak dikumpulkan dan disusun dalam bentuk satu mushhaf?. Jawabnya adalah:
Pertama: Al-Qur'an diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah. Tidaklah mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.
Kedua: Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana mungkin bisa dibukukan datam satu buku.
Ketiga: Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.
Keempat: Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat pendek/dekat. Sebagaimana pembahasan terdahulu bahwa ayat Al-Qur'an yang terakhir adalah:
Firman Allah SWT:
Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatip singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.
Kelima: Tidak ada motifasi yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan baik, ahli baca qur'an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana gejala-gejala telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur'an akan lenyap.
Kesimpulan:
Kalau Al-Qur'an sudah dibukukan dalam satu mushhaf, sedangkan situasi sebagaimana yang tersebut di atas, niscaya Al-Qur'an akan mengalami perubahan dan pergantian selaras dengan terjadinya naskh (ralat) atau munculnya sebab disamping perlengkapan menulis tidak mudah didapat.
Kondisi tidak akan membantu untuk melepaskan mushhaf yang lebih dahulu dan harus berpegang pada mushhaf yang baru karena tidak mungkin setiap bulan ada satu mushhaf yang mencakup tiap ayat Al-Qur'an yang diturunkan. Namun setelah masalahnya stabil yaitu dengan berakhirnya penurunan, wafatnya Rasul, tidak lagi diralat, dan diketahuinya susunan, maka mungkinlah dibukukan menjadi satu mushhaf. Dan inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar r.a. khalifah yang bijaksana, semoga Allah membalas jasanya atas perbuatan beliau dalam mengumpulkan Al-Qur'an beserta orang-orang Islam yang mengikuti jejaknya dengan balasan yang berlipat ganda.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Beberapa Pertanyaan Sekitar Pengumpulan Al-Qur'an

Beberapa Pertanyaan Sekitar Pengumpulan Al-Qur'an

Permasalahan yang mungkin sekali dihadapi dan diapungkan oleh kita.
Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara terperinci. Secara ringkas kami simpulkan sebagai berikut:
Pertama: Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan Al-Qur'an padahal masalahnya sangat baik lagi pula diwajibkan oleh Islam?
Jawabnya adalah: Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah dalam usaha menghayati dan menghafal Al-Qur'an, cukup dengan hafalan yang tidak mantap dan khawatir kalau-kalau mereka hanya berpegang dengan apa yang ada pada mushhaf yang akhirnya jiwa mereka lemah untuk menghafal Al-Qur'an. Minat untuk menghafal dan menghayati Al-Qur'an akan berkurang karena telah ada tulisan dan terdapat dalam mushhaf-mushhaf yang dicetak untuk standar membacanya, sedangkan sebelum ada mushhaf-mushhaf mereka begitu mencurahkan kesungguhannya untuk menghafal Al-Qur'an.
Dari segi yang lain bahwasanya Abu Bakar Siddiq adalah benar-benar orang yang bertitik-tolak dari batasan-batasan syari'at, selalu berpegang menurut jejak-jejak Rasulullah SW, dimana ia khawatir kalau-kalau idenya itu termasuk bid'ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul Karena itulah maka Abu Bakar mengatakan kepada Umar: "Mengapa saya harus mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW? Barangkali ia takut terseret oleh ide-ide dan gagasan yang membawanya untuk menyalahi sunnah Rasulullah SAW serta membawa kepada bid'ah.
Tetapi tatkala ia menganggap bahwa hal tersebut adalah sangat penting dan pendapat tersebut pada hakikatnya adalah merupakan suatu sarana yang amat penting demi kelestarian kitab Al-Qur'an dan demi terpeliharanya dari kemusnahan dan perubahan, lagi pula ia meyakini bahwa hal tersebut tidaklah termasuk masalah yang menyalahi ketentuan dan bid'ah yang sengaja dibikin-bikin, maka ia bertekad baik untuk mengumpulkan Al-Qur'an. Akhirnya ia bisa memuaskan Zaid mengenai masalah ini sehingga Allah melapangkan dadanya dan Zaid tampil untuk melaksanakan usaha yang amat penting ini. wallahu alam.
Kedua: Kenapa Abu Bakar dalam hal ini memilih Zaid bin Tsabit dari shahabat lainnya?.
Jawabnya adalah: Zaid adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemampuan yang tidak dimiliki oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur'an, ia adalah orang yang hafal Al-Qur'an, ia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah SAW, ia menyamakan sajian yang terakhir dari Al-Qur'an yaitu dikala penutupan masa hayat Rasulullah SAW.
Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang wara' (bersih dari noda), sangat besar tanggungjawabnya terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi pula ia dikenal sebagai orang yang tangkas (IQ-nya tinggi). Demikianlah kesimpulan kata-kata Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari tatkala ia memanggilnya dengan mengatakan: "Anda adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak kami ragukan. Anda adalah penulis wahyu Rasul".
Dengan beberapa sifat dan keistimewaan di atas, Abu Bakar Shiddiq memilih dan menunjuknya sebagai pengumpul Al-Qur'an. Adapun alasan yang menyatakan bahwa Zaid bin Tsabit adalah seorang yang sangat teliti, dapat dilihat dari kata-katanya: "Demi Allah, andaikata saya ditugaskan untuk memindahkan sebuah bukit tidaklah lebih berat jika dibandingkan degan tugas yang dibebankan kepadaku ini". (Al-Hadits).
Ketiga: "Apakah yang dimaksud dengan kata-kata dalam riwayat Al-Bukhari "Sampai aku menemukan akhir surat Taubah pada Abu Khuzaemah, sedangkan pada orang lain tidak ada?.
Jawabnya adalah: Zaid r.a. tidak menemukan ayat tersebut tertulis pada mushhaf sahabat-sahabat selain dari Abi Khuzaemah al-Anshary. Bukanlah yang dimaksudkan dalam kata-kata di atas tidak ada dalam hafalan, karena Zaid sendiri hafal ayat tersebut.
Dan kebanyakan shahabatpun hafal. Hanya saja ia bermaksud hendak mengompromikan antara hafalan dan tulisan sebagaimana akan kami jelaskan (insya Allah) sekedar untuk menambah argumentasi dan data disamping sebagai rasa kehati-hatian. Dan karena langkah yang lurus tersebut maka sempurnalah pengumpulan Al-Qur'an.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Nama-nama Al-Qur'an

Nama-nama Al-Qur'an

Al-Qur'an mempunyai beberapa nama yang kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan luhur, dan secara mutlak Al-Qur'an adalah kitab samawy yang paling mulia. arenanya dinamailah kitab samawy itu dengan: Al-Qur'an, Al-Furqan, At-Tanzil, Adz-Dzikr, Al-Kitab dan sebagainya. Seperti halnya Allah juga telah memberi sifat tentang Al-Qur'an sifat-sifat yang luhur antara lain; nur (cahaya), hudan (petunjuk), rahmat, syifa' (obat), mau'izhah (nasihat), 'aziz (mulia), mubarak (yang diberkahi), basyir (pembawa khabar baik), nadzir (pembawa khabar buruk) dan sifat-sifat lain yang menunjukkan kebesaran dan kesuciannya.

Alasan penamaan
1. Alasan dinamainya dengan Al-Qur'an ialah karena banyak (kata-kata Al-Qur'an) terdapat dalam ayat, antara lain firman Allah SWT:

Qâf. Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (QS. Qâf: 1).

Dan Firman-Nya:

Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus. (Al-Isrâ: 9).

2. Alasan Al-Qur'an dinamai dengan Al-Furqan sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT:

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hambanya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (Al-Furqan: 1).

3. Alasan Al-Qur'an diberi nama dengan At-Tanzil, sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT:

Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, ia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril as). (Asy-Su'arâ: 192-193).

4. Alasan dinamakan dengan Adz-Dzikr, sebagaimana firman Allah SWT:

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9).

5. Sedangkan dinamakan dengan Al-Kitab sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT:

Hâ Mîm. Demi Kitab (Al-Qur'an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. (Ad-Dukhân: 1-3).

Adapun mengenai sifat-sifatnya sungguh tertera dalam sejumlah ayat-ayat Al-Qur'an, bahkan sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam Al-Qur'an yang tidak menyebutkan sifat-sifat yang indah dan mulia terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan mu'jizat (tiada tanding) yang abadi bagi seorang Nabi yang terakhir. Kami sebutkan diantaranya:
a. Firman Allah SWT:

Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang/Al-Qur'an. (An-Nisâ': 174)

b. Firman Allah SWT:

Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.(Al-Isrâ': 28).

c. Firman Allah SWT:

Katakanlah Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan peawar bagi orang-orang yang beriman.(Fushshilat: 44).

d. Firman Allah SWT:

Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Yûnûs: 57).

Kata Al-Qur'an adalah sama halnya dengan kata Qira'at adalah masdar dari kata qara'a, qira'atan dan qur'ânan. Demikianlah menurut sebagian ulama dengan mengambil alasan Firman Allah SWT:

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyâmah: 17-18).

Pengertian qur'ânahû di sini sama dengan qirâ'atahû. Maka lafazh qur'an menurut pendapat ini adalah musytak (pengambilan dari kata kerja). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa lafazh Al-Qur'an bukanlah musytak dari qara'a melainkan isim alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia sebagaimana halnya nama Taurat dan Injil. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i (Lihat kitab Mabahitsul Qur'an karangan Al-Ustadz Manna' al-Qaththan.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Dalil-dalil Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf

Dalil-dalil Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf

Tujuh huruf yang menurunkan Al-Qur'an dan untuk perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal haramnya

1. Imam Bukhari dan Imam Muslim
Dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Jibril membacakan Al-Qur'an kepadaku dengan satu hurut kemudian aku mengulanginya. (Setelah itu) senantiasa aku meminta tambah dan iapun menambahiku sampai dengan tujuh huruf". Imam Muslim menambahkan: "Ibnu Syihab mengatakan: Telah sampai berita padaku bahwa tujuh huruf itu untuk perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal haramnya".

2. Imam Bukhari
Meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa; Umar bin Khattab berkata: "Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqan di masa hidupya Rasulullah SAW, aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasulullah SAW membacakannya kepadaku sehingga aku hampir beranjak dari shalat, kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya: "Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?". Ia menjawab: "Rasulullah SAW yang membacakannya kepadaku", aku menyela: "Dusta kau, Demi Allah sesungguhnya Rasulullah SAW telah membacakan surat yang telah kudengar dari yang kau baca ini".
Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah SAW lalu aku bertanya: "Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat Al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat Al-Furqan ini kepadaku". Rasulullah SAW menjawab: "Hai Umar! lepaskan dia. "Bacalah Hisyam!". Kemudian ia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasululllah SAW bersabda: "Begitulah surat itu diturunkan" sambil menyambung sabdanya: "Bahwa Al-Qur'an ini diturunkan atas tujuh huruf maka bacalah yang paling mudah!".
Dalam satu riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW mendengarkan pula bacaan sahabat Umar r.a. kemudian beliau bersabda: "Begitulah bacaan itu diturunkan".

3. Imam Muslim
Meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay Bin Ka'ab ia berkata: "Aku berada di masjid, tiba-tiba masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki lain membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama". Setelah kami selesai shalat, kami bersama-sama masuk ke rumah Rasulullah SAW, lalu aku bercerita: "Bahwa si lelaki ini membaca bacaan yang aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama". Akhirnya Rasulullah SAW memerintahkan keduanya untuk membaca.
Setelah mereka membaca Rasulullah SAW menganggap baik bacaannya. Setelah menyaksikan hal itu, terhapuslah dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah. Nabi menjawab demikian tatkala beliau melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan, ketika itu keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah Yang Maha Agung.
Setelah melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata: "Hai Ubay! Aku diutus untuk membaca Qur'an dengan suatu huruf lahjah (dialek)", kemudian aku meminta pada Jibril untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf kedua, akupun meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga kalinya. "Hai Muhammad, bacalah Qur'an dalam 7 lahjah dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan pertanyaan permintaan lagi".
Kemudian aku menjawabnya: "Wahai Allah! Ampunilah umatku, ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat dimana semua makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim as". Imam Qurthubi berkata: "Denyutan hati ini (dalam jiwa Ubay) akibat dari sabda Rasulullah SAW ketika orang-orang bertanya kepadanya: "Bahwasanya kami mendapatkan sesuatu dalam diri kami, dimana seseorang merasa berat sekali untuk mengatakannya". Rasulullah SAW bertanya: "Apakah sudah kalian temui jawabannya?". "Ya" jawab mereka. Rasulullah SAW bersabda: "Itu adalah iman yang jelas". (HR. Muslim)

4. Al-Hafizh Abu Ya'la
Dalam musnad kabirnya meriwayatkan: "Bahwa Utsman r.a. pada suatu hari ia berkata di atas mimbar: "Aku sebut nama Allah teringat seorang lelaki yang mendengar Rasulullah SAW bersabda: bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf yang kesemuanya tegas lagi sempurna". Ketika Umar berdiri para hadirin berkata: "Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf yang kesemuanya tegas dan lengkap". Kemudian Utsman r.a. berkata: "Saya menyaksikannya bersama mereka".

5. Imam Muslim
Dengan sanad dari Ubay bin Ka'ab meriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika berada di Oase Bani Ghaffar didatangi malaikat Jibril a.s. lalu Jibril berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memerintah engkau unfuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan satu huruf". Nabi menjawab: "Aku meminta dulu kepada Allah sehat dan ampunannya, sebab ummatku tidak mampu menjalankan perintah itu".
Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya, seraya berkata: "Allah SWT telah memerintahkan kau untuk membacakan Al-Qur'an dengan dua huruf". Nabi menjawab: "Aku meminta sehat dan ampunan dulu kepada Allah, karena ummatku tidak kuat menjalankannya".
Jibril datang lagi untuk ketiga kalinya dan berkata: "Allah SWT telah memerintahkan kau untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tiga huruf. Nabi menjawab: "Aku minta sehat dan maghfirah dulu kepada Allah, sebab ummatku tidak sanggup mengerjakannya".
Jibril datang lagi untuk keempat kalinya seraya berkata: "Kau telah diperintahkan Allah untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tujuh huruf dan huruf mana saja yang mereka baca berarti benar".

6. At-Turmudzy
Juga meriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, ia mengatakan: "Rasulullah SAW berjumpa dengan Jibril di gundukan Marwah". Ia (Ka'ab) berkata: "Kemudian Rasul berkata kepada Jibril bahwa aku ini diutus untuk ummat yang ummy (tidak bisa menulis dan membaca). Diantaranya ada yang kakek-kakek tua, nenek-nenek bangka dan anak-anak". Jibril menjawab: "Perintahkan, membaca Al-Qur'an dengan tujuh huruf". Imam Turmudzy mengatakan: "Hadits ini hasan lagi shahih".
Dalam suatu lafazh lain disebutkan: "Barangsiapa membacanya dengan satu huruf saja berarti telah membaca seperti ia (Nabi) membaca".
Dituturkan dalam lafazh Hudzaefah, kemudian aku berkata: "Wahai Jibril bahwa aku diutus untuk ummat yang ummiyah di dalamnya terdapat orang lelaki, perempuan, anak-anak, pelayan (babu) dan kakek tua yang tidak bisa membaca sama sekali". Jibril balik berkata: "Bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf".

7. Imam Ahmad
Mengeluarkan hadits dengan sanadnya dari Abi Qais maula 'Amar bin 'Ash dari 'Amr, "Bahwa ada seseorang ini berdiri sehingga tidak terang membaca satu ayat Al-Qur'an". Kemudian 'Amr berkata kepadanya: "Sebenarnya ayat itu begini dan begini". Setelah itu ia mengatakan hal itu kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW menjawab: "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan dengan tujuh huruf, mana saja yang kalian baca berarti benar dan jangan kalian saling meragukan".

8. Ath-Thabary dan Ath-Thabrany
Meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Ia berkata: "Ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata: "Ibnu Mas'ud telah membacakan sebuah surat kepadaku seperti yang telah dibacakan oleh Zaid bin Tsabit dan membacakan pula kepadaku Ubay bin Ka'ab. Ternyata bacaan mereka berbeda-beda. Maka bacaan siapa yang saya ambil?". Rasulullah SAW terdiam, sedangkan shahabat 'Ali berada di sampingnya, kemudian 'Ali berkata: "Setiap orang diantara kalian hendaklah membaca menurut pengetahuannya, karena kesemuanya baik lagi indah".

9. Ibnu Jarir Ath-Thabary
Mengeluarkan hadits dari Abi Hurairah, bahwa ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah semampunya dan tidak berdosa. Tetapi jangan sekali-kali mengakhiri dzikir rahmat dengan adzab atas dzikir 'adzab dengan rahmat".

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf

Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur'an dengan tujuh huruf
1.Mempermudah ummat Islam khususnya bangsa Arab yang dituruni Al-Qur'an sedangkan mereka memiliki beberapa dialeks (lahjah) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat ke-Arabannya. Kami ambil hikmah ini dengan alasan sabda Rasulullah SAW: "Agar mempermudah ummatku, bahwa ummatku tidak mampu melaksanakannya", dan lain-lain.
  
 Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazary berkata: "Adapun sebabnya Al-Qur'an didatangkan dengan tujuh huruf, tujuannya adalah untuk memberikan keringanan kepada ummat, serta memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasan, rahmat dan spesialisasi yang diberikan kepada ummat utama disamping untuk memenuhi tujuan Nabinya sebagai makhluk yang paling utama dan kekasih Allah".
  
 Dimana Jibril datang kepadanya sambil berkata: "Bahwa Allah telah memerintahkan kamu untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan satu huruf". Kemudian Nabi SAW menjawab: "Saya akan minta 'afiyah (kesehatan) dan pertolongan dulu kepada Allah karena ummatku tidak mampu". Beliau terus mengulang-ulang pertanyaan sampai dengan tujuh huruf.
  
2.Menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa Arab yang berkunjung ke Makkah pada musim haji dan lainnya.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Qira'at Yang Masyhur

Qira'at Yang Masyhur

Pengertiannya dan perkembangannya dari awal hingga para tokoh yang ada di dalam pengembangannya.
Pada pembahasan yang terakhir ini kami menganggap penting untuk membicarakan sekelumit tentang qira'at-qira'at. Bagaimana timbulnya dan siapa tokohnya yang terkenal.

1. Pengertian Qira'at
Al-Qira'at adalah jamak dari kata qir'at yang berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at ialah salah satu aliran dalam mengucapkan Al-Qur'an yang dipakai oleh salah seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur'anul Karim. Qira'at ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.

2. Apakah pada masa Sahabat sudah ada qari-qari?
Benar ada. Periode qura' yang mengajarkan bacaan Al-Qur'an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adalah dengan standard dari masa sahabat yang mulia.
Diantara sahabat yang populer dengan bacaannya adalah: Ubay, Aly, Zaid ibnu Tsabit, Ibnu Mas'ud. Abu Musa al-Asy'ary dan lain-lain.
Dari mereka itulah kebanyakan para sahabat dan tabi'in di seluruh daerah belajar. Mereka itu semuanya berpedoman kepada Rasulullah SAW sampai dengan datangnya masa tabi'in pada permulaan abad ke-2 H. Selanjutnya timbul golongan-golongan yang begitu memperhatikan adanya tanda baca secara sempurna manakala diperlukan dan mereka menjadikannya sebagai satu cabang dari ilmu sebagaimana halnya ilmu-ilmu syari'at yang lain.

Bagaimanakah sejarah timbulnya Qira'at
Telah kami ketahui terdahulu bahwa periodesasi qurra' adalah sejak zaman sahabat sampai dengan masa tabi'in. Orang-orang yang menguasai tentang Al-Qur'an ialah yang menerimanya dari orang-orang yang dipercaya dan dari imam demi imam yang akhirnya berasal dari Nabi.
Sedangkan mushhaf-mushhaf tersebut tidaklah bertitik dan berbaris, dan bentuk kalimat di dalamnya mempunyai beberapa kemungkinan berbagai bacaan. Kalau tidak, maka kalimat itu harus ditulis pada mushhaf dengan satu wajah kemudian ditulis pada mushhaf lain dengan wajah yang lain dan begitulah seterusnya.
Tidaklah diragukan lagi bahwa penguasaan tentang riwayat dan penerimaan adalah merupakan pedoman dasar dalam bab qira'at dan Al-Qur'an.
Kalangan sahabat sendiri dalam pengambilannya dari Rasul berbeda-beda. Ada yang membaca dengan satu huruf sedang yang lain ada yang mengambilnya dan huruf/bacaan. Dan bahkan yang lain lagi ada yang lebih dari itu. Kemudian mereka bertebaran ke seluruh penjuru daerah dalam keadaan semacam ini.
Utsman r.a. ketika mengirim mushhaf-mushhaf ke seluruh penjuru kota ia mengirimkan pula orang yang sesuai bacaannya mempunyai satu segi bacaan dan yang lainnya ada pula yang lebih dari itu. Oleh karena itulah timbulnya banyak perbedaan dan kurang adanya keseragaman antara sesamanya.
Pada masa itu himbauan tokoh-tokoh dan pemimpin ummat untuk bekerja keras sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga bisa membedakan antara bacaan yang benar dan yang tidak benar. Mereka mengumpulkan huruf dan qira'at, mengembangkan wajah-wajah dan dirayah, menjelaskan yang benar dan yang salah serta yang berkembang dan yang punah dengan pedoman-pedoman yang mereka kembangkan dan segi-segi yang mereka utamakan.(1)
(1). Manahilul 'Irfan, juz I, hal: 407.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Qari' Tujuh Yang Masyhur

Qari' Tujuh Yang Masyhur

Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW.
Qira'at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya. Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang meyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".
Syaikh Abul Yusri 'Abidin telah menyebutkan nama-nama qari dalam dua bait sya'ir:
Nafi', Ibnu Katsir, 'Ashim dan Hamzah, Abu 'Amer, Ibnu 'Amir dan Kisaiy.
Itulah tujuh Imam yang tak diragukan lagi.

1. Ibnu 'Amir
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira'atnya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan.
Dalam hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: "Damaskus tempat tinggal Ibnu 'Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam adalah sebagai penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil dari sanadnya.

2. Ibnu Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
Asy-Syathiby mengemukakan: "Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Katsir panggilan kaumnya. Ahmad al-Bazy sebagai penerusnya. Juga..... Muhammad yang disebut Qumbul namanya.

3. 'Ashim al-Kufy
Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.
Kitab Syathiby dalam sya'irnya mengatakan: "Di Kufah yang gemilang ada tiga orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu Bakar atau Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syu'ba perawi utamanya lagi terkenal pula si Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iyasy atau Abu Bakar yang diridhai.

4. Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala' ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
Asy-Syathiby mengatakan: "Imam Maziny dipanggil orang-orang dengan nama Abu 'Amr al-Bashry, ayahnya bernama 'Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya terkenal bagaikan sungai Evfrat. Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syua'ib atau as-Susy berguru padanya.

5. Hamzah al-Kufy
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.
Syatiby mengemukakan: "Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan Al-Qur'an, Khalaf dan Khallad perawinya, perantaraan Salim meriwayatkannya.

6. Imam Nafi.
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
Syaikh Syathiby mengemukakan: "Nafi' seorang yang mulia lagi harum namanya, memilih Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau Isa dan Utsman alias Warasy, sahabat mulia yang mengembangkannya.

7. Al-Kisaiy
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.
Syathiby mengatakan: "Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.

»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Arti Kemu'jizatan Al-Qur'an

Arti Kemu'jizatan Al-Qur'an

Mu'jizat adalah sesuatu yang sangatlah spesial. Hanya Allah SWT yang dapat melakukannya melalui kebesaran yang dimilikinya. 
I'jaz (kemu'jizatan) dalam bahasa Arab adalah menisbatkan lemah kepada orang lain. Allah berfirman:

"Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, kalau aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini". (Al-Mâidah: 31). 
 
Mu'jizat dinamakan mu'jizat (melemahkan) karena manusia lemah untuk mendatangkan sesamanya, sebab mu'jizat berupa hal yang bertentangan dengan adat, keluar dari batas-batas faktor yang telah diketahui. I'jazul Qur'an (kemu'jizatan Al-Qur'an) artinya: "Menetapkan kelemahan manusia baik secara berpisah-pisah maupun berkelompok, untuk bisa mendatangkan sesamanya". Dan yang dimaksud dengan kemu'jizatan Al-Qur'an bukan berarti melemahkan manusia dengan pengertian melemahkan yang sebenarnya, artinya memberi pengertian kepada mereka dengan kelemahannya untuk mendatangkan sesama Al-Qur'an, karena hal itu telah dimaklumi oleh setiap orang yang berakal, tetapi maksudnya adalah untuk menjelaskan bahwa kitab ini hak, dan Rasul yang membawanya adalah rasul yang benar. Begitulah semua mu'jizat nabi-nabi dimana manusia lemah untuk menandinginya.
Tujuannya hanya untuk melahirkan kebenaran mereka, menetapkan bahwa yang mereka bawa adalah semata-mata wahyu dari Dzat Yang Maha Bijaksana, dan diturunkan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka hanyalah menyampaikan risalah Allah dan tiada lain tugasnya hanya memberitahukan dan menyampaikan. Oleh karena itu mu'jizat adalah dalil-dalil dari Allah SWT. kepada hamba-Nya untuk membenarkan rasul-rasul dan nabi-nabi. Dengan perantaraan mu'izat ini, seolah-olah Allah bersabda: "Benar hamba-Ku dalam hal yang ia sampaikan dari Aku, dan Aku mengutusnya agar ia menyampaikan sesuatu kepadamu".
Sedangkan dalil atas kebenarannya adalah dengan cara menjalankan hal-hal yang bertentangan dengan adat pada tangan Rasul, dimana tak ada seorangpun diantara kamu yang bisa mendatangkan sesamanya, dan sesuatu hal yang di luar kemampuan manusia untuk bisa menjalankannya dalam hal seaneh ini. Itulah arti melemahkan dan itu pula pengertian mu'jizat.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Al-Qur'an Adalah Mu'jizat Muhammad Yang Abadi

Al-Qur'an Adalah Mu'jizat Muhammad Yang Abadi

Beberapa Nabi mendapatkan mu'jizat yang spesial. Tapi dari semua mu'jizat yang turun ke bumi, hanya mu'jizat Nabi Muhammad SAW yang paling spesial.
Hikmah Allah yang azali telah berjalan untuk menguatkan para Nabi dan Rasul-Nya yaitu dengan beberapa mu'zijat yang nampak, dalil-dalil tanda-tanda yang nyata, serta hujjah dan alasan rasional, yang menyatakan bahwa mereka adalah benar dan mereka adalah para Nabi dan Rasul Allah SWT.
Allah SWT mengistimewakan Nabi kita Muhammad SAW dengan bekal mu'jizat yang luar biasa yaitu Al-Qur'anul Karim, ia adalah nur ilahi dan wahyu samawy yang diletakkan ke dalam lubuk hati Nabi-Nya sebagai Qurânan 'Arabiyyan (bacaan berbahasa Arab) yang mulus dan lempang, ia membacanya sepanjang malam dan siang. Dengannya ia dapat menghidupkan semangat generasi dari bahaya kemusnahan, dari generasi yang sudah punah menjadi generasi yang hidup kembali dengan pancaran sinar Al-Qur'an dan menunjukinya dengan jalan yang teramat lurus serta membangkitkannya kembali, dari lembah kenistaan menjadi ummat yang terbaik yang ditampilkan untuk ikatan seluruh manusia. Allah menegaskan dengan firmannya:

Dan apakah orang sudah mati kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap-gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-An'âm: 122) 
 
Al-Qur'an telah membangkitkan ummat memperbaharui masyarakat, dan menyusun generasi yang belum pernah tampil dalam sejarah, ia menampilkan orang Arab dari kehidupan sebagai penggembala unta dan kambing menjadi pemimpin bangsa-bangsa, yang dapat menguasai dunia bahkan sampai kepada negeri-negeri yang begitu jauh mengenalnya. Kesemuanya itu berkat Al-Qur'an sebagai mu'jizat (Muhammad) penutup para Nabi dan Rasul.

Sumber: http://www.cybermq.com/ 
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Jumlah Qira'at Dan Aneka Ragam Pendapat Tentang Qira'at

Jumlah Qira'at Dan Aneka Ragam Pendapat Tentang Qira'at

Qira'at ada macam-macam jenisnya. pendapat tentang qira'at itu sendiri juga sangatlah beragam dan semua pendapat tersebut sangatlah berbobot seperti yang tertera di bawah ini.
Pengarang kitab Al-Itqan menyebutkan macam-macam qira'at itu ada yang mutawatir, masyhur, Syadz, ahad, maudhu' dan mudarraj.
Qadhi' Jalaluddin al-Bulqiny mengatakan: Qira'at itu terbagi ke dalam: mutawatir, ahad dan syadz.
Yang mutawatir adalah qira'at tujuh yang masyhur. Yang ahad adalah qira'at tsalatsa (tiga) yang menjadi pelengkap qira'ah 'asyrah (sepuluh), yang kesemuanya dipersamakan dengan qira'at para sahabat. Adapun qira'at yang syadz ialah qira'at para tabi'in seperti qira'at A'masy, Yahya ibnu Watsab, Ibnu Jubair dan lain-lain.
Imam as-Suyuthy mengatakan bahwa kata-kata di atas perlu ditinjau kembali. Yang pantas untuk berbicara dalam bidang ini adalah tokoh qurra' pada masanya yang bernama Syaikh Abu al-Khair ibnu al-Jazary dimana beliau mengatakan dalam muqaddimah kitabnya An-Nasyr: "Semua qira'at yang sesuai dengan bacaan Arab walau hanya satu segi saja dan sesuai dengan salah satu mushhaf Utsmany walaupun hanya sekedar mendekati serta sanadnya benar maka qira'at tersebut adalah shahih (benar), yang tidak ditolak dan haram menentangnya, bahkan itu termasuk dalam bagian huruf yang tujuh dimana Al-Qur'an diturunkan. Wajib bagi semua orang untuk menerimanya baik timbulnya dari imam yang tujuh maupun dari yang sepuluh atau lainnya yang bisa diterima. Apabila salah satu persyaratan yang tiga tersebut di atas tidak terpenuhi maka qira'at itu dikatakan qira'at yang syadz atau bathil, baik datangnya dari aliran yang tujuh maupun dari tokoh yang lebih ternama lagi. Inilah pendapat yang benar menurut para muhaqqiq dari kalangan salaf maupun khalaf.
Pengarang kitab Ath-Thayyibah dalam memberikan batas diterimanya qira'at mengatakan: Setiap bacaan yang sesuai dengan nahwu, mirip dengan tulisan mushhaf Utsmany, benar adanya itulah bacaan. Ketiga sendi ini, bila rusak salah satunya menyatakan itu cacat, meski dari qira'at sab'ah datangnya.
Qira'at ada yang mengartikan qira'at sab'ah, qira'at sepuluh dan qira'at empat belas. Semuanya yang paling terkenal dan nilai kedudukannya tinggi ialah qira'at sab'ah.
Qira'at sab'ah (tujuh) adalah qira'at yang dinisbatkan kepada imam yang tujuh dan terkenal, yaitu: Nafi', Ashim, Hamzah, Abdullah bin Amir, Abdullah ibnu Katsir, Abu Amer ibnu 'Ala' dan Ali al-Kisaiy.
Qira'at 'asyar (sepuluh) adalah qira'at yang tujuh ditambah dengan qira'at: Abi Ja'far, Ya'qub dan Khalaf.
Qira'at arba' 'asyar (empat belas) yaitu qira'at yang sepuluh ditambah empat qira'at: Hasan al-Bashry, Ibnu Mahish, Yahya al-Yazidy dan asy-Syambudzy.
Ilmu qira'at adalah ilmu yang lahir pada masa yang sebelumnya tidak pernah disebut-sebut. Orang yang pertama menyusunnya adalah Abi Ubaid al-Qasim ibnu Sallam, Abu Hatim as-Sajistany, Abi Ja'far ath-Thabary dan Ismail al-Qadhy.


Bilakah qira'at menjadi populer?
Qira'at sab'ah populer diseluruh negara Islam pada permulaan abad kedua hijriyah. Di Bashrah orang membaca menurut qira'at Abi Amr dan Ya'qub. Di Kufah menurut qira'at Hamzah dan Ashim, di Syam menurut qira'at Ibnu Amir, di Makkah menurut qira'at Ibnu Katsir dan di Madinah menurut qira'at Nafi'.

Sumber: http://www.cybermq.com/
»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Takut Kepada Allah

Takut Kepada Allah

Rasulullah SAW bersabda: "Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon".
Abû al-Layts r.a. berkata, "Allah memiliki para malaikat di langit ketujuh. Mereka bersujud sejak Allah menciptakan mereka hingga hari kiamat. Mereka menggigil ketakutan karena takut kepada Allah SWT Apabila hari kiamat tiba, mereka mengangkat kepala dan berkata, Mahasuci Engkau, kami menyembah-Mu dengan penyembahan yang sebenar-benarnya".
Itulah firman Allah SWT: Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (QS. an-Nahl [16]: 50). Yakni, mereka tidak berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun.
Rasulullah SAW bersabda, "Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon." Dikisahkan bahwa seorang laki-laki tertambat hatinya kepada seorang perempuan. Perempuan itu keluar untuk suatu keperluan. Laki-laki itu ikut pergi bersamanya. Ketika mereka berduaan di padang sahara, sementara orang lain sudah tertidur, laki-laki itu mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan tersebut: Perempuan itu berkata,"Lihatlah, semua orang sudah tertidur."
Laki-laki itu senang mendengar kata-kata itu. Dia mengira bahwa perempuan itu telah memberikan jawaban kepadanya. Lalu, dia berdiri dan mengelilingi kafilah. Dia mendapati orang-orang sudah tertidur. Lalu, dia kembali kepada perempuan itu dan berkata, "Benar, mereka telah tidur." Namun, perempuan itu bertanya, "Apa pendapatmu tentang Allah, apakah Dia tidur pada saat ini?" Laki-laki itu menjawab, "Allah SWT tidak tidur. Dia tidak pernah terserang kantuk dan tidur". Perempuan itu berkata, "Zat yang tidak tidur dan tidak akan tidur selalu melihat kita walaupun orang lain tidak melihat kita. Karena itu, Allah lebih pantas untuk ditakuti."
Akhirnya, laki-laki itu pun meninggalkan perempuan tadi karena takut kepada Sang Pencipta. Dia bertobat dan kembali ke kampung halamannya. Ketika dia meninggal, orang-orang bemimpi melihatnya. Ditanyakan kepadanya, "Apa tindakan Allah kepadamu?" Dia menjawab, "Dia mengampuniku karena ketakutanku itu. Dengan demikian, terhapuslah dosa tersebut."
Dikisahkan bahwa di tengah Bani Israil ada seorang ahli ibadah yang memiliki keluarga. Lalu, dia tertimpa kelaparan sehingga badannya menggigil. Istrinya pergi untuk mencari makanan bagi keluarganya. Kemudian, dia sampai di rumah seorang saudagar itu makanan untuk keluarganya. Saudagar itu berkata, "Ya, tapi serahkanlah dirimu kepadaku."
Perempuan itu terdiam dan kembali ke rumahnya. Dia perhatikan keluarganya yang sedang menjerit kelaparan dan berkata, "Ibu, kami akan mati karena kelaparan. Berikanlah sesuatu yang dapat kami makan."
Perempuan itu pergi lagi ke rumah saudagar tadi dan mengabarkan keadaan keluarganya. Saudagar itu bertanya, "Maukah engkau memenuhi keperluanku?" Perempuan ltu menjawab, "Ya".
Ketika mereka sedang berduaan, persendian si perempuan itu mengigil sehingga anggota-anggota tubuhnya hampir terlepas dari badannya. Melihat keadaan itu, sang saudagar bertanya, "Ada apa denganmu?" Perempuan itu menjawab, "Aku takut kepada Allah." Saudagar itu berkata, "Engkau saja takut kepada Allah SWT dengan kemiskinanmu. Aku lebih pantas untuk takut kepada-Nya daripada dirimu."
Karena itu, dia menjauhi perempuan itu dan memenuhi kebutuhanya. Lalu, perempuan itu pulang menemui anak-anaknya dengan membawa kenikmatan yang banyak. Anak-anaknya pun sangat bergembira. Allah mewahyukan kepada Musa a.s., "Sampaikan kepada fulan bin fulan bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosanya."
Lalu, Musa a.s. menemui saudagar itu dan berkata, "Tampaknya engkau telah mengerjakan kebajikan diantara dirimu dan Allah." Kemudian, saudagar itu menceritakan kisahnya. Musa a.s. berkata, "Allah SWT Telah mengampuni dosa-dosamu." Demikianlah disebutkan di dalam Majma' al-Lathâif.
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Allah SWT, berfirman, Pada hamba-Ku tidak berkumpul dua ketakutan dan dua rasa aman. Barangsiapa yang takut kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan keamanan kepadanya di akhirat. Sebaliknya, barangsiapa yang merasa aman kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan rasa takut kepadanya pada hari kiamat."
Tentang hal itu, Allah SWT Berfirman; "Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku". (QS al-Mâ'idah [5]: 44).
"Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, melainkan takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. Ali 'Imrân [3]: 175).
'Umar r.a. pernah jatuh pingsan karena takut ketika mendengar bacaan suatu ayat al-Qur'an. Pada suatu hari, dia mengambil sebatang jerami, lalu berkata, "Aduhai, alangkah baiknya jika aku menjadi jerami dan tidak menjadi sesuatu yang disebut. Aduhai, alangkah baiknya jika dulu ibuku tidak melahirkanku." Dia menangis terisak-isak sehingga air mata membasahi pipinya. Oleh karena itu, pada wajahnya ada garis bekas tetesan air mata.
Nabi SAW bersabda, "Tidak masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali pada tetek."
Dalam Raqâ'id al-Akhbâr disebutkan: Hari kiamat didatangkan kepada hamba maka kejelekan-kejelekannya lebih banyak daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu, dia diperintahkan ke neraka. Bulu matanya berkata, "Wahai Tuhanku, Rasul-Mu Muhammad SAW telah bersabda, Barangsiapa yang menangis karena takut kepada Allah, Dia mengharamkannya pada api neraka. Lalu, aku menangis karena takut kepada-Mu." Karena itu, Allah mengampuni dan mengeluarkannya dari neraka dengan berkah sehelai bulu matanya yang ketika di dunia pernah menangis karena takut kepada Allah SWT. Jibril a.s. berseru, "Fulan bin fulan selamat karena sehelai bulu mata".
Dalam Bidâyah al-Hidâyah disebutkan: Pada hari kiamat, didatangkan Neraka Jahanam yang nyalanya bergemuruh, dan setiap umat berlutut karena takut kepadanya. Sebagaimana hal itu difirmankan Allah SWT. Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya (QS. al-Jatsiyah [45]: 28).
Ketika mendatangi neraka, mereka mendengar suara didih dan nyalanya. Gemuruh nyalanya terdengar hingga jarak perjalanan lima ratus tahun. Setiap para nabi berkata, "Diriku, diriku," kecuali Rasullullah SAW. Beliau berkata, "Umatku, umatku." Dari Neraka Jahim itu keluar api sebesar gunung. Umat Muhammad SAW berusaha mendorongnya. Mereka berkata, "Wahai api, demi hak orang-orang yang menegakkan shalat, yang bersedekah, yang khusyu' dan yang puasa, kembalilah." Namun, api itu tidak mati kembali maka dipanggillah Jibril a.s. Kemudian Jibril datang dengan membawa segelas air, lalu diberikan kepada Rasulullah SAW. Jibril berkata, "Wahai Rasulullah, ambillah ini, lalu siramkan pada api itu." Kemudian, beliau menyiramkannya pada api sehingga ketika itu pula api itu padam.
Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Ini air apa?" Jibril a.s. menjawab, "Ini adalah air mata orang-orang yang durhaka diantara umatmu. Mereka menangis karena takut kepada Allah SWT. Lalu, aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar disiramkan pada api itu, sehingga api itu menjadi padam dengan izin Allah SWT" Rasulullah SAW Berdoa, "Ya Allah, anugerahilah aku dengan dua mata itu tidak menjadi seperti yang digambarkan penyair:
Mengapa mataku tak menangis
karena dosa-dosaku,
Umurku lepas dan tanganku
tetapi aku tak tahu."

Dikisahkan dari Muhammad bin al-Mundzir r.a. bahwa ketika dia menangis, wajah dan janggutnya dibasahi air mata. Dia berkata, "Telah sampai kabar kepadaku bahwa api neraka tidak akan membakar tempat-tempat yang pernah dibasahi air mata."
Karena itu, hendaklah orang Mukmin takut akan azab Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsu. Allah SWT berfirman: "Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya". (QS an-Nazi'at [79]: 37 dan 41).
Barangsiapa yang ingin selamat dari azab Allah dan memperoleh pahala dan rahmat-Nya, hendaklah dia bersabar atas kesengsaraan dunia dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi kemaksiatan.
Dalam Zahr al-Riyâdh terdapat hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Beliau bersabda, "Apabila para penghuni surga masuk ke dalam surga, para malaikat menemui mereka dengan segala kebaikan dan kenikmatan. Para malaikat itu menempatkan mimbar-mimbar untuk mereka. Diberikan kepada mereka berbagai macam makanan dan buah-buahan. Terhadap kenikmatan ini, mereka keheranan; Allah bertanya, "Wahai hamba-hamba-Ku, mengapa kalian tampak keheranan? Ini bukan tempat untuk merasa heran." Mereka menjawab, "Sesuatu yang dijanjikan kepada kami telah tiba waktunya." Allah SWT berfirman kepada para malaikat, "Angkatlah hijab dari wajah mereka." Namun, para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami, bagaimana mereka akan melihat-Mu, bukankah dulu mereka adalah orang-orang yang durhaka?". Allah SWT menjawab, "Angkatlah hijab, karena mereka adalah orang-orang yang selalu berzikir, bersujud, dan menangis di dunia karena ingin sekali-bertemu dengan-Ku."
Lalu, hijab itu diangkat. Mereka memandang Allah, lalu menjatuhkan diri untuk bersujud kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah berfirman kepada mereka, "Angkatlah kepala kalian. Ini bukan tempat untuk beramal, melainkan tempat kemuliaan."
Allah menampakkan diri kepada mereka tanpa diketahui bagaimana penampakan diri-Nya, dan dengan rasa bahagia berkata kepada mereka, "Salam sejahtera bagi kamu sekalian, wahai hamba-hamba-Ku. Aku telah ridla kepada kalian. Apakah kalian ridla kepada-Ku?" Mereka serentak menjawab, "Wahai Tuhan kami, bagaimana kami tidak ridla, padahal Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak terlihat mata, tidak terdengar telinga, dan tidak terpikirkan kalbu manusia."
Inilah makna firman Allah SWT: "Allah ridla terhadap mereka dan mereka pun ridla terhadap-Nya". (QS Ali 'Imrân [3]: 119). (Kepada mereka dikatakan), "Salam," sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang (QS Yâsîn [36]: 58).

»»  Baca Selengkapnya.....

Read Users' Comments (0)

Google

Followers